Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang menggenjot pemanfaatan produksi bioetanol sebagai campuran bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin di dalam negeri. Khususnya produksi bioetanol yang berasal dari tanaman tebu.
Direktur Bioenergi EBTKE Kementerian ESDM, Edi Wibowo mengatakan berkaca pada negara Brasil, Indonesia masih berfokus pada tanaman tebu sebagai bahan baku bioetanol.
“Saat ini memang kita masih fokus pada tebu seperti Brazil kebetulan tebu ini kalau di Indonesia mungkin tanah yang nggak cocok hanya di beberapa daerah seperti Lampung,” kata dia dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Rabu (20/12/2023).
Meski begitu, pemerintah juga akan membuka opsi tanaman lain sebagai bahan baku pembuatan bioetanol di dalam negeri. Mengingat Indonesia mempunyai jenis tanaman melimpah yang dapat dimanfaatkan.
“Ke depan kita juga perlu mendiversifikasi bahan baku seperti sorgum kemudian singkong, jagung dan sebagainya. Seperti negara negara lain yang maju kan Amerika kemudian Brasil itu kan juga dengan tebu dan jagungnya,” ujarnya.
Namun, alih-alih untuk memanfaatkan tanaman tebu untuk langsung menjadi bahan baku produksi bioetanol, Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Soemitro Samadikoen, menyarankan pemerintah untuk mengoptimalkan pemanfaatan tetes tebu (molases) terlebih dahulu.
Soemitro mengatakan produksi bioetanol di Indonesia saat ini baru berasal dari tetes tebu (molases) yang merupakan hasil samping produk gula tebu. Kondisi ini berbeda apabila dibandingkan dengan negara Brasil yang telah sukses mengembangkan pemanfaatan tebu untuk langsung menjadi bioetanol.
“Kalau kita melihat di Brazil misalnya tebu di sana bisa dibuat menjadi gula atau bisa dibuat langsung menjadi BBM. Tetapi kalau kita bicara di Indonesia kita masih perlu waktu untuk bisa membuat dari tebu yang langsung menjadi bioetanol,” kata dia dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, dikutip Rabu (29/11/2023).
Apalagi, kontribusi bioetanol dalam capaian bauran energi baru dan terbarukan (EBT) terbilang kecil. Di mana, dengan produksi bioetanol sekitar 750 ribu kiloliter (KL) per tahun, hanya menaikkan bauran EBT sebesar 2%.
“Tadi saya sampaikan bahwa kita bicara dari Perpres saja kita harus menyiapkan lahan baru 700 ribu Ha sampai dengan tahun 2028-2030 dimana untuk pangan saja kita harus bisa memenuhi kebutuhan gula baik untuk konsumsi dan untuk industri,” ujarnya. https://popicedingin.com/